tetanus neonatorum

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan clostridium tetani.
Penyakit ini timbul jika kuman tatanus masuk kedalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanuspamin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Dinegara yang telah maju seperti Amerika serikat, tetanus sudah sangat jarang dijumpai, karena imunisasi aktif telah dilaksanakan dengan baik disamping sanitasi lingkungan yang bersih, (4,14) akan tetapi dinegara sedang berkembang seperti indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan.
Akhir-akhir ini dengan adanya perluasan program imunisasi diseluruh dunia, maka angka kesakitan dan angka kematian telah menurun secara drastis.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika serikat pada tahun 1915 dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1-5 tahun, sesuai dengan yang dilaporkan dimanado (1987) dan surabaya 1987 ternyata insiden tertinggi pada anak diatas umur 5 tahun.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka kejadian lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dengan perbandingan 3:1.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Dasar Medis
1.      Definisi

Tetanus neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada BBL( bayi baru lahir) yang bukan karena trauma kelahiran atau afiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak aseptik.

2.      Etiologi
 Penyebab tetanus adalah clostridium tetani yang infeksi biasanya terjadi melalui luka pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidak menggunakan alat-alat yang steril hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu atau pisau/ gunting yang tidak disteril dahulu. Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat tradiasional seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.
Kebanyakan tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun peraji yang belum mengikuti penataran dari depkes. Dermatol yang dahulu dipakai sebagai obat pusar sekarang tidak dibenarkan lagi untuk di pakai karena ternyata pada dermatol dapat dihinggapi spora clostridium tetani. Massa inkubasi penyakit ini adalah 5-14 hari.
Pada umumnya tetanus neonatorum lebih cepat dan penyakit ini berlangsung lebih berat dari tetanus pada anak.

3.      Patofisiologi
          Penyakit pada tetanus terjadi karena adanya luka akibat pemotongan tali pusat pada bayi. Organisme multipel membentuk dua toksin yaitu tetanospamin yang merupakan toksin kuat dan atau neutropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Kemudian tetanolysin yang nampaknya tidak signifikan.
          Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin.
          Hipotesa cara absorpsi dan bekerjanya toksin; adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunann saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali terangsang.
      
4.      Manifestasi klinik
Bayi tidak mau menetek secara tiba-tiba padahal sebelumnya biasa. Suhu tubuh dapat naik sampai 39o. Mulut mencucu seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas) kemudian timbul kejang disertai sianosis, kaku kuduk, tubuh opistotonus. Perjalanan penyakit ini lebih cepat tidak melalui 3 stadium seperti pada tetanus anak besar. Bayi tidak mau menetek dan mencucu (sebenarnya adalah karena trismus pada otot-otot mulut).

5.      Pemeriksaan diagnostik
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan:
·         Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi.
·         Gejala klinis.
·         Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
-          Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin tidak ditemukan nilai-nilai yang spesifik. Hitung lekosit dapat normal atau meningkat.
-          Untuk pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrosis kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Akan tetapi, hanya 30% kasus ditemukan Clostridium tetani pada pemeriksaan mikrobiologi.
-          Pemeriksaan cairan serebrospinal dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan tekanan yang meningkat akibat kontraksi otot.
-          Pemeriksaan elektroensefalogram normal, dan pada pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik.

6.     Pencegahan
Pemberian toksoid tetanus kepada ibu hamil 3 kali berturut-turut pada trisemester ketiga dikatakan sangat bermanfaat untuk mencegah tetanus neonatorum. Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril dan perawatan tali pusat selanjutnya. Komplikasi: Bronkopneumonia, asfiksia akibat obstruksi sekret pada saluran pernapasan, sepsis neonatorum.
    
7.      Penatalaksanaan
A.    Medis
1.      Diberikan cairan intravena dengan larutan glukosa 5% dan NaCl fisiologis dalam perbandingan 4:1 selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium bicarbonate 1,5% dalam perbandingan 4:1 ( jika fasilitas ada lebih baik periksa analisa gas darah dahulu ). Bila setelah 72 jam bayi belum mungkin diberi minum peroral/sonde, melalui infus diberikan tambahan protein dan kaluim.
2.      Diazepam dosis awal 2,5 mg intravena perlahan-lahan selama 2-3 menit, kemudian diberikan dosis rumat 8-10 mg/ kg bb /hari melalui IVFD, (Diazepam dimasukkan kedalam cairan infus dan diganti setiap 6 jam). Bila kejam masih sering timbul, boleh ditambah Diazepam 2,5mg secara intravena perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh diberikan tambahan Diazepam 5 mg/kg/kg BB/hari sehingga dosis Diazepam keseluruhannya menjadi 15mg/kg BB/hari. Setelah keadaan klinis membaik, Diazepam diberikan per oral dan diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia berat atau bila makin berat, Diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun boleh diberikan secara intravena.
3.      ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut dengan IM. Per infus diberikan 20.000 U sekaligus
4.      Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, intravena selama 10 hari. Bila pasien menjadi sepsis pengobatan seperti pasien sepsis lainnya. Bila lumbal pungsi tidak dapat dilakukan pengobatan seperti yang diberikan pada pasien meningitis bakterialis.
5.      Tali pusat dibersihkan/kompres dengan alkohol 70% atau betadine 10%.
6.      Perhatikan jalan napas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap   
    
B.     Keperawatan
Pasien tetanus neonatorum adalah pasien yang gawat; mudah terangsang/ kejang dan apabila kejang selalu disertai sianosis. Spasme otot pernapasan sering menyebabkan pasien apnea. Spasme otot telan akan menyebabkan liur sering terkumpul didalam mulut dan dapat menyebabkan aspirasi. Oleh karena itu, pasien perlu dirawat dikamar yang tenang tetapi harus terang (untuk memudahkan pengawasan pada bayi, dan bila terjadi apnea agar segara dapat dilakukan tindakan. Dahulu kamar tetanus selalu gelap). Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah bahaya terjadi gangguan pernapasan, kebutuhan nutrisi/cairan, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.










BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
1.        Identitas
2.        Riwayat Keperawatan : antenatal, intranatal, postnatal.
3.        Pemeriksaan Fisik
§  Keadaan Umum : Lemah, sulit menelan, kejang
§  Kepala : Posisi menengadah, kaku kuduk, dahi mengkerut, mata agak tertutup, sudut mulut keluar dan kebawah.
§  Mulut : Kekakuan mulut, mengatupnya rahang, seperti mulut ikan.
§  Dada : Simetris, kekakuan otot penyangga rongga dada, otot punggung.
§  Abdomen : Dinding perut seperti papan.
§  Kulit : Turgor kurang, pucat, kebiruan.
§  Ekstremitas : Flexi pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai sepotong kayu.
4.        Pemeriksaan Persistem
§  Respirasi : Frekuensi nafas, penggunaan otot aksesori, bunyi nafas, batuk-pikel.
§  Kardiovaskuler : Frekuensi, kualitas dan irama denyut jantung, pengisian kapiler, sirkulasi, berkeringat, hiperpirexia.
§  Neurologi : Tingkat kesadaran, reflek pupil, kejang karena rangsangan.
§  Gastrointestinal : Bising usus, pola defekasi, distensi
§  Perkemihan : Produksi urine
§  Muskuloskeletal : Tonus otot, pergerakan, kekakuan.
2.      Penyimpangan KDM

Clostridium tetani
                                                Infeksi melalui luka pada tali
                                                Pusat akibat pemotongan dan
                                                Perawatan yang tidak aseptik
                                                   Tetanus Neonatorum


Spasme pada          trismus pada           suhu tubuh               toksin bereaksi pada                      tetanospasmin
Otot faring             otot-otot mulut                                             myoneuraljunction                menyerang otot-
                                                   Hipertermi                                                                  otot pernafasan
Terkumpulnya        mulut mencucu                                                kejang & mudah
Liur didalam                                          pengeluaran keringat         terangsang                           otot pernafasan tidak
Rongga mulut        Bayi tidak mau         secara berlebihan                                                             berfungsi
        Menetek                                                        Resiko Injuri
Resiko Aspirasi                                        Resiko Kekurangan                                            KetidakEfektifan Pola 
Perubahan Nutrisi          Volume Cairan                                                                   napas
          Kurang Dari Kebutuhan




3.    Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

1.    Hipertermi b/d infeksi tetanus
2.    Ketidakefektifan pola nafas b/d kelelahan otot-otot respirasi
3.    Resiko injuri b/d aktivitas kejang.
4.    Resiko kurangnya volume cairan b/d intake cairan kurang.
5.    Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d refleks menghisap pada bayi tidak adekuat.
6.    Resiko aspirasi b/d meningkatnya sekresi

4.      Intervensi

1.      Hipertermi b/d infeksi tetanus
intervensi
·           Kaji suhu tubuh
·           Lakukan kompres hangat basah
·           Lakukan pemberian cairan yang adekuat
·           Kolaborasi dalam pemberian obat penurun suhu tubuh sesuai indikasi.












2.      ketidakefektifan pola nafas b/d kelelahan otot-otot respirasi .
Intervensi:
·         Kaji frekuensi dan pola nafas
·         Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit.
·         Lakukan pemantauan jantung dan pernafasam secara kontinue.
·         Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
·         Beri rangsang taktil segera setelah apnea.
·         Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
·         Beri O2 sesuai indikasi.
·         Beri obat-obatan sesuai indikasi.

3.      Resiko injuri b/d aktivitas kejang
Intervensi
·         pasang pengaman tempat tidur
·         tempatkan anak pada tempst tidur atau pengalas yang lembut.
·         hindari hal-hal yang dapat meningkatkan rangsangan kejang; suara, sinar yang terang, sentuhan-sentuhan.
·         anak harus diistirahatkan dan tempatkan pada ruangan yang khusus.
·         Antisipasi prosedur-prosedur yang dapat merangsang untuk terjadinya kejang.
·         Hindari benda-benda yang membahayakan.
·         Pasang sudip lidah pada mulut bila kejang.
·         Tempatkan anak dengan posisi miring kesamping saat kejang untuk mencegah lidah jatuh kebelakang yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
·         Jangan menggunakan resttrain pada anak.
·         Catat aktivitas kejang, frekuensi lamanya dan faktor pencetusnya.
·         Pantau pernapasan selama kejang, buka baju yang dapat mengganggu saat kejang.
·         Berikan anti kejang dan antibiotik sesuai program.

4.      Resiko kurangnya volume cairan b/d intake cairan kurang.
Intervensi
·         Kaji intake dan output
·         Kaji tanda-tanda dehidrasi: ubun-ubun, membran mukosa, dan turgor kulit.
·         Berikan dan pertahankan intake cairan oral dan parenteral sesuai indikasi
·         Monitor berat jenis urin
·         Pertahankan kepatenan NGT

5.      Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d refleks menghisap pada bayi tidak adekuat.
intervensi
·         Kaji maturitas refleks sesuai dengan pemberian makan, menghisap, menelan dan batuk.
·         Auskultasi bising usus.
·         Kaji tanda-tanda hipoglikemia.
·         Beri suplemen elektrolit sesuai medikasi.
·         Beri nutrisi parenteral.
·         Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
·         Lakukan pemberian minum sesuai toleransi.

6.      Resiko aspirasi b/d meningkatnya sekresi
Intervensi
·      Kaji posisi lidah, pastikan bahwa lidah tidak jatuh kebelakang menyumbat jalan napas
·      Atur posisi bayi miring atau terlentang, bukan telungkup
·      Bersihkan sekresi dari mulut dan tenggorokan dengan tisu atau penghisap dengan perlahan
·      Ajarkan penatalaksaan kedaruratan obstruksi jalan napas dengan memukul punggung atau dorongan dada( bayi ).
















BAB IV
PENUTUP

1.      Kesimpulan

tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia 0-1 bulan). Penyebab tetanus adalah clostridium tetani, yang infeksinya bisa terjadi melalui luka dari tali pusat. Dapat juga karena perawatan tali pusat yang menggunakan obat tradisioanal seperti abu dan kapur sirih, daun-daunan dan sebagainya.

Klinis infeksi tetanus neonatorum umumnya muncul pada hari ketiga sampai ke sepuluh.

 Tindakan pencegahan yang paling efektif adalah melakukan imunisasi dengan tetanus toksoid (TT) pada wanita calon pengantin dan ibu hamil.Selain itu, tindakan  memotong dan merawat tali pusat harus secara steril.

Pemberian asuhan keperawatan pada bayi beresiko tinggi: tetanus neonatorum difokuskan pada upaya penanganan dari tanda dan gejala penyakit yang di derita untuk tindakan pemulihan fisik klien.
 Penentuan diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan dapat diberikan secara maksimal dan mendapat hasil yang diharapkan.

 pemberian asuhan keperawatan beresiko tinggi: tetanus neonatorum secara umum bertujuan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi yang bisa terjadi. Oleh karena itu, dibutuhkan kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasikan dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.






2.      Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah:
1.      Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi dengan penyakit tetanus neonatorum harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang perlu di tekankan.
2.      Perawat juga memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau keluarga dari anak tentang bahaya tetanus dan penyuluhan untuk melakukan persalinan dirumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, atau pelayanan kesehatan terhindar dari infeksi tetanus pada anaknya akibat penggunaan alat-alat yang tidak steril.
























DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda juall.2007 .Buuku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.Jakarta: EGC.
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan,Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2.Jakarta.Media Aescupilasius
Ngastiyah.1997.Perawatan Anak Sakit.Edisi2.Jakarta:EGC.
Rampengan.T.H.2007.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak.Edisi.Jakarta:EGC

 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar