Halusinasi

BAB I
PENDAHULUAN

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain. Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus esksternal ,juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada  proses sensori penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan. Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan substansi lingkungan.







BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. PENGERTIAN
a. Persepsi
Adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang. Jadi gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya.
Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalap menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat. Jika ego diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan untuk menilai realitas dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal.
Misalnya sensoris terhadap rangsang, pengenalan dan pengertian akan perasaan seperti : ucapan orang, objek atau pemikiran. Persepsi melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensoris dari pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Gangguan ini dapat bersifat ringan, berat, sementara atau lama.
b. Halusinasi
Merupakan salah satu gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan sensorik (persepsi indra yang salah). Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.

2. KLASIFIKASI HALUSINASI
  

1) Pendengaran         
Mendengarkan suara-suara/ kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien, disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.   
2) Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3) Penghirup  
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghirup sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensta.
4) Pengecapan           
Merasa mengecap seperti rasa darah, urine atau feses.          
5) Perabaan   
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.   
6) Chenestetic 
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.    
7) Kinesthetic 
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.     


3. E T I O L O G I

Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

4. MANIFESTASI KLINIK
Tahap I
·         Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
·         Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
·         Gerakan mata yang cepat
·         Respon verbal yang lambat
·         Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan
Tahap II
·         Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
·         Penyempitan kemampuan konsenstrasi
·         Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.


Tahap III
·         Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada menolaknya
·         Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
·         Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
·         Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Tahap IV
·         Prilaku menyerang teror seperti panik
·         Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
·         Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,menarik diri atau katatonik
·         Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
·         Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

F. PENATALAKSANAAN           
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan
cara :
  • Menciptakan lingkungan yang terapeutik      
    Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
             
    Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.


  • Melaksanakan program terapi dokter 
    Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

  • Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
    Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.

  • Memberi aktivitas pada pasien           
    Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

  • Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan        
    Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian klien halusinasi meliputi beberapa faktor antara lain:
·         Identitas klien dan penanggung         
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
·         Alasan masuk rumah sakit     
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
·         Faktor predisposisi
1). Faktor perkembangan terlambat  
a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
  
c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2). Faktor komunikasi dalam keluarga
          
a). Komunikasi peran ganda.
 
b). Tidak ada komunikasi.
      
c). Tidak ada kehangatan.
      
d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.
     
e) . Komunikasi tertutup.
       
f). Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3). Faktor sosial budaya        
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4). Faktor psikologis  
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5). Faktor biologis
      
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.

6). Faktor genetik
       
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
·         Faktor presipitasi        
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
        
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).

3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti  di dibawah ini:      
a. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

b. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan. 
           Sikap Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.
c. Perilaku      
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
   
a). Isi halusinasi
         
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b). Waktu dan frekuensi.
         
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
        
c). Situasi pencetus halusinasi.
           
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
       
d). Respon Klien
         
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
a.Pemeriksaan fisik    
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
Status Mental 
Pengkajian pada status mental meliputi:
        
1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
 
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
        
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
        
4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
    
5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
  
6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
          
7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
           
9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
        
10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
  
11). Memori
   
a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
        
b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
 
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
 
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.
Mekanisme koping     
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
    
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
      
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.




2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial Rumusan diagnosis dapat berupa:
a.       Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
b.      Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
c.       Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi yaitu:
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.       
b. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.        
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
3.      Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
           
TUK 1:
           
Klien dapat membina hubungan saling percaya
         
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
           
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
           
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
    
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
           
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
 
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
        
TUK 2:
           
Klien dapat mengenal halusinasinya.
 
2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
      
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
           
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
           
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
   
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
           
2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
       
Rasional :
       
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
 
TUK 3:
           
Klien dapat mengontrol halusinasi.
    
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
         
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
      
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
   
3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
       
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
       
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
       
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
         
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.
           
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 4:
           
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusina
sinya.   
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
    
Intervensi :
     
4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
          
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
   
TUK 5:
           
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
       
Intervensi:
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.
    
Rasional :
       
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
  
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
           
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.    
1).Tujuan umum:
        
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
           
TUK 1:
           
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
        
1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
         
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
     
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
           
1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
   
Rasional :
       
Agar klien merasa diperhatikan.
        
TUK 2:
           
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
           
2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
 
Intervensi:
2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.
Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
 
2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
      
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.
      
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
      
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 3:
           
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
   
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
        
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.

Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
        
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
    
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 4:
           
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
           
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
   
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
        
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.
4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
     
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 5 :
          
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
     
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
  
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
    
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
    
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 6:
           
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
        
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
       
Intervensi:
6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
          
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
 
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
      
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
   
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
1) Tujuan umum:        
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
        
2). Tujuan khusus:
      
TUK 1:
           
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
        
1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
         
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
    
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
           
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
 
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
        
TUK 2 :
          
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
       
2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
           
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
          
2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
  
TUK 3:
           
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
     
3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
           
Intervensi:
Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
           
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
         
3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
  
3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.

Rasional:
Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
   
3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya.
     
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
TUK 4:
           
Klien dapat membuat rencana yang realistis.
 
4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.
Intervensi:
4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
   
Rasional:
Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
       
4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
           
4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
   
Rasional:
Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
         
4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.

Rasional:
Meningkatkan harga diri.
       
TUK 5:
           
Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.
     
5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.
  
Intervensi:
5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
  
Rasional :
       
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.
5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
          
5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
       
Rasional:
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
 
5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
      
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.
      
5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
    
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.        
1). Tujuan umum:       
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:           
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
        
1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
         
Intervensi:
1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.

1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
    
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
           
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
 
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
        
TUK 2 :
          
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
    
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
       
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
         
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
     
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
    
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
 
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri
       .
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
      
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
          
2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:           
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
          
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
        
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
      
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
          
Rasional:
Memberikan kesegaran.
         
TUK 4:
           
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
           
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
         
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
       
Rasional:
        
Meningkatkan harga diri sendiri.
       
TUK 5:
           
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
         
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan.
           
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.
4.      Implementasi
implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
5.      Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.

A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.   
b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
       
c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
   
c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.

d.Mampu berhubungan dengan orang lain.
   
e.Menggunakan obat dengan benar.
  
f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
          
g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
·         Halusinasi adalah keadaan dimana klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
·         Ada 7 klasifikasi dari halusinasi yaitu;
ü  Pendengaran
ü  Penglihatan    
ü  Penghirup       
ü  Pengecapan    
ü  Perabaan         
ü  Chenestetic    
ü  Kinesthetic     
B. Saran
            Sebaiknya dalam melakukan perawatan terhadap klien yang mengalami gangguan persepsi halusinasi, tidak hanya dilakukan oleh pihak medis saja, tetapi juga pihak terdekat atau dengan kata lain keluarga, kerabat klien juga turut berkolaborasi dalam memberikan perawatan, karena kepedulian keluarga terkadang jauh lebih mendongkrak keseriusan dan keinginan klien untuk dapat sembuh.
















DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. (2006).Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
Nanda. (2005). Panduan Diagnosa Keperawatan : Prima Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar